Sekilas Sejarah Gedung Sate

Gedung Sate yang berada di Jalan Diponegoro Nomor 22 Kota Bandung, mulai dibangun pada 27 Juli 1920.

Peletakan batu pertama pembangunan Gedung Sate dilakukan :

1.Johana Catherina Coops,  putri dari Wali Kota Bandung saat itu Betrus Coop

2.Perwakilan Gubernur Hindia-Belanda di Batavia, Petronella Roelofsen.

Gaya arsitektur Gedung Sate, mengadopsi model bangunan Italia di Zaman Renaissance dengan perpaduan tradisional Nusantara atau dikenal dengan sebutan arsitektur Indo-Eropa. Didesain arsitek asal Belanda J Gerber.

Arsitektur Eropa, kental terasa pada bagian dalam Gedung Sate yang memiliki langit-langit yang tinggi, pilar besar, dan banyaknya jendela. Sementara gaya tradisional, terlihat pada bagian pintu masuk Gedung Sate mirip dengan bangunan candi-candi Hindu. Serta memiliki atap tumpang pada bagian atasnya. 

Pembangunan Gedung Sate melibatkan, 2.000 pekerja dan menghabiskan biaya 6 juta gulden. Gedung Sate selesai dibangun pada 1924.

”Kenapa sate karena dulu ada 6 juta gulden biaya pembangunannya. Satu juta disimbolkan dengan satu sate,” ungkap Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat peringatan 100 tahun pembangunan Gedung Sate, 27 Juli 2020 dikutip dari jabarprov.go.id.

Setelah selesai dibangun, Gedung Sate yang di masa Hindia Belanda bernama, Gouvernements Bedrijven disingkat “GB” atau Pusat Instansi Pemerintahan, digunakan sebagai kantor Departement Verkeeren en Waterstaat (Departemen Lalu Lintas dan Pengairan) atau saat ini dikenal dengan nama Departemen Pekerjaan Umum.

Pemindahan Ibu Kota

Berdirinya Gedung Sate sebagai bagian dari rencana Pemerintah Hindia Belanda pada masa Gubernur Jenderal JP Van Limburg Stirum, yang mendapatkan usulan dari Ahli Kesehatan Lingkungan H F Tillema untuk memindahkan ibu kota dari Batavia (Jakarta sekarang) ke Bandung.

Namun, pada tahun 1930 terjadi resesi ekonomi, sehingga pemindahan ibu kota pun batal dilakukan.

Pada masa penjajahan Jepang, Gedung Sate digunakan sebagai pusat pemerintahan dan Komandan Militer.

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Gedung Sate oleh Pemerintahan Indonesia kembali digunakan sebagai kantor Departemen Pekerjaan Umum.

Gedung Sate, menjadi saksi sejarah para pemuda yang berjuang melawan tentara Gurkha dan NICA dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, saat itu pada 3 Desemeber 1945 Gedung Sate digunakan sebagai kantor  Departemen Pekerjaan Umum.

Mengutip dan pu.go.id dan jabarprov.go.id , para pemuda yang merupakan pegawai Departemen Pekerjaan Umum tersebut tergabung dalam Angkatan Moeda Pekerdjaan Oemoem. Saat serangan tersebut, tujuh pemuda gugur dalam pertempuran melawan tentara sekutu yang tidak mengakui kemerdekaan Republik Indonesia.

Mereka bernama Soehodo, Didi Hardianto Kamarga, Muchtarudin, Ranu, Soebengat Soerjono, dan Rio Soesilo. Sebagai cara untuk mengenang jasa para pemuda tersebut, waktu terjadinya perstiwa ini diabadikan sebagai Hari Kebaktian Pekerjaan Umum oleh Departemen Pekerjaan Umum pada 1961.

Sampai akhirnya pada tahun 1980, di masa Gubernur Jawa Barat Aang Kunaefi Kartawiria, Gedung Sate mulai digunakan sebagai kantor Pemerintahan Provinsi Jawa Barat. (Yatni Setianingsih/Golali.id)