Mata air Cikendi terletak di daerah kelurahan Hegarmanah kecamatan Cidadap Kota Bandung.
Mata air ini ditemukan oleh seorang insinyur pertambangan, Ir De Jongh. Ia yang mendapatkan sebuah kumpulan air dengan debit besar di daerah Hergarmanah sekitar tahun 1920.
Suplai air di Kota Bandung pada saat itu masih mengandalkan sumur artesis lokal, yang diprediksi tidak dapat mencukupi kebutuhan warga. Maka, Kota Bandung tidak dapat lagi menunda pencarian sumber air dengan debit tinggi serta pembangunan bak tampung atau reservoir.
Sumber air yang dapat segera dikerjakan adalah sumber air Cikendi, karena sumber tersebut paling mudah diakses dan sudah dibuktikan ke-steril-an sumber airnya.
Saat itu, mata air Cikendi menjadi harapan baru Kota Bandung. Namun, butuh dukungan dana besar dari pemerintah untuk penggalian tanah, pembangunan rumah sumur, pengumpulan air dalam bak, pemasangan pipa yang mengalirkan air dari Cikendi ke rumah-rumah warga.
Setelah diresmikan pada Januari 1921, permasalahan terkait air hampir dapat teratasi dan ketersediaan pasokan air mata Cikendi telah menjadi penyelamat Kota Bandung.
Perlu diketahui, bangunan mati Air Cikendi tercantum dalam daftar Situs Cagar Budaya.
Dengan nama Benteng Pelindung Mata Air Cikendi. Hal ini telah terdaftar oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung pada 21 Maret 2019.
Berdasarkan amanat dalam undang-undang nomor 11 tahun 2010, cagar budaya merupakan warisan yang harus dilestarikan keberadaannya.
Kebudayaan Indonesia perlu dihayati oleh seluruh warga Indonesia yang dapat mengukuhkan jati diri bangsa hingga memperkuat ikatan persatuan dan kesatuan. (Humas Pemprov Jabar/Golali.id)
Foto : Humas Pemkot Bandung