Artikel dari Iswadi Syahrial Nupin adalah salah satu peserta Pekan Menulis Artikel Sejarah, yang diselenggarakan dalam rangka memperingati HUT ke-1 Temu Sejarah.
Seluruh isi artikel murni pandangan dari penulis, isi artikel diluar tanggung jawab redaksi Golali.id
Perang Kampar, yang terjadi antara tahun 1894 dan 1905, adalah salah satu peristiwa heroik dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia melawan kolonialisme Belanda. Tempat konflik terjadi adalah Kampar, sebuah wilayah strategis di Riau yang kaya akan sumber daya alam. Seorang tokoh lokal bernama Datuk Tabano memainkan peran penting dalam pertempuran tersebut karena dia memimpin perlawanan rakyat.
Pada akhir abad ke-19, Belanda terus memperluas wilayahnya di Nusantara. Salah satu tujuan utama kolonial adalah wilayah Kampar, yang memiliki banyak sumber daya alam seperti karet dan emas. Selain itu, lokasi strategis Kampar di tepi Sungai Kampar memudahkan transportasi dan perdagangan, membuatnya menarik bagi Belanda.
Namun, orang-orang Kampar, yang mayoritas menganut tradisi dan prinsip Islam, menentang keras masuknya Belanda. Mereka percaya bahwa kedaulatan adat dan kepercayaan mereka diancam oleh kolonialisme. Masuknya Belanda ke daerah Kampar (Limo Koto Kampar) diawali oleh larinya dua orang buangan Belanda yang bekerja di tambang batu bara Sawahlunto ke daerah Limo Koto Kampar. Dua orang buangan tersebut bernama Mardjan dan Tengku Daud. Yang pertama adalah seorang hulubalang yang berasal dari Banten. Karena tindakannya yang menentang Belanda, dia dihukum pembuangan seumur hidup oleh Belanda dan dipekerjakan di tambang batu bara Sawahlunto. Yang kedua berasal dari Pidie, Aceh. Dia dibuang dan dipekerjakan di tempat yang sama karena perlawanannya menentang pendudukan Belanda di Aceh. Kedua orang ini berhubungan akrab di tempat pembuangan mereka.
Meskipun Mardjan dan Tengku Daud dalam status pembuangan, namun mereka tidak patah semangat untuk tetap menentang penjajah Belanda. Mereka menjajaki kemungkinan untuk melarikan diri ke daerah yang belum dikuasai oleh Belanda. Di situlah mereka akan menyusun kekuatan untuk melawan penjajah Belanda.
Perundingan kedua orang ini rupanya diketahui oleh mandor tempat mereka bekerja. Mandor yang berasal dari daerah Kuantan ini setuju bila mereka melarikan diri, bahkan dia ikut menunjukkan daerah yang masih merdeka untuk tempat mereka melarikan diri dan dia bersedia mengantarkan ke daerah itu. Daerah yang diusulkan oleh mandor itu adalah kampung dia sendiri, yaitu daerah Kuantan.
Baca juga : Resensi Buku Mendisiplinkan Kawula Jajahan
Setibanya Mardjan dan Tengku Daud di Kuantan, mereka ditolak oleh warga dan penghulu setempat. Hal ini karena Kuantan berbatasan dengan tambang batu bara Ombilin yang dekat dengan Sawahlunto. Menerima mereka berarti mengundang Belanda datang ke Kuantan. Penghulu setempat menyarankan agar mereka lari ke Limo Koto Kampar karena daerah tersebut masih merdeka.
Akhirnya Mardjan dan Tengku Daud menuju Limo Koto Kampar. Setibanya mereka di Limo Koto, mereka ditangkap karena dikhawatirkan mereka penjahat. Kedatangan Mardjan dan Tengku Daud dirapatkan oleh 60 penghulu yang terdapat di Limo Koto Kampar. Di balai adat yang berada di Bangkinang, Mardjan dan Tengku Daud menjelaskan asal usul mereka dan menegaskan bahwa kedatangan mereka adalah untuk menentang penjajahan Belanda.
Atas musyawarah Ninik Mamak Limo Koto Kampar, Mardjan dan Tengku Daud diangkat menjadi anggota dubalang Limo Koto Kampar dibawah pimpinan Datuk Tabano. Belanda mengetahui keberadaan Mardjan dan Tengku Daud melalui mata-matanya. Belanda minta agar kedua orang tersebut dikembalikan ke Sawahlunto. Akan tetapi rakyat Limo Koto Kampar menolaknya dan menantang Belanda untuk berperang. Dalam perang Benteng Batu Dinding banyak serdadu Belanda yang tewas dan sebagian lagi melarikan diri ke Pangkalan Koto Baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1982).
Datuk Tabano adalah seorang pemimpin adat yang dihormati di Kampar. Beliau dikenal dengan nama Gandulo sekaligus bertugas sebagai dubalang (hulubalang) dari Datuk Tuo. Datuk Tabano merupakan gelar adat yang disematkan oleh ninik mamak suku Malayu Datuk Tuo. Sebagai tokoh karismatik, Datuk Tabano dikenal karena keberanian, kecerdasan, dan komitmennya untuk melindungi tanah kelahirannya dari penjajahan. Ia berasal dari keluarga yang memiliki pengaruh besar di masyarakat, sehingga mampu menggalang dukungan luas untuk perjuangannya. Makam Datuk Tabano hingga kini masih bisa dikunjungi di Desa Muara Uwai, Kecamatan Bangkinang. Makamnya sering diziarahi oleh sejumlah tokoh politik kalau bertandang ke Kabupaten Kampar.
Datuk Tabano bukan hanya pemimpin yang hebat tetapi juga seorang ahli strategi perang. Ia memanfaatkan pengetahuannya tentang kondisi geografis wilayah Kampar untuk melawan pasukan Belanda yang lebih canggih. Perang Kampar berbeda dari perang biasa. Datuk Tabano memimpin pasukan rakyat biasa, terdiri dari petani dan nelayan yang bersenjata sederhana. Akan tetapi, pasukan tersebut memiliki semangat juang yang tinggi dan memanfaatkan keunggulan taktik gerilya. Taktik gerilya yang digunakan Datuk Tabano antara lain :
Pertama, Memanfaatkan Geografi Lokal. Sungai Kampar dan hutan di sekitarnya menjadi lokasi pertempuran penting. Untuk melancarkan serangan mendadak dan bersembunyi, Datuk Tabano menggunakan medan yang sulit dijangkau oleh Belanda. Pasukan Kampar mendapat banyak keuntungan dari pengetahuan lokal tentang rute tersembunyi.
Kedua, Kerjasama dengan Komunitas Lokal. Datuk Tabano mendapatkan dukungan dari banyak orang, termasuk tokoh agama dan pemimpin adat lainnya. Mereka memberikan dukungan moral, logistik, dan informasi intelijen kepada pasukan musuh.
Ketiga, Serangan Mendadak dan Sabotase. Strategi serangan mendadak melemahkan kekuatan musuh. Belanda menghadapi masalah logistik dan moral karena sabotase Datuk Tabano yang sering menyergap patroli Belanda dan menghancurkan fasilitas logistik mereka.
Keempat, Tantangan dalam Perjuangan. Perlawanan yang dipimpin oleh Datuk Tabano menghadapi banyak tantangan meskipun semangatnya luar biasa. Pasukan Belanda yang memiliki senjata canggih menghadapi senjata ringan sebagai hambatan utama. Selain itu, Belanda menggunakan taktik divide et impera untuk memecah belah komunitas setempat.
Belanda juga menggunakan strategi politik, seperti mendekati orang-orang di pemerintahan lokal yang pro-kolonial. Untuk mengurangi dukungan terhadap perjuangan Datuk Tabano, mereka menawarkan keuntungan materi dan jabatan. Namun, Datuk Tabano tetap teguh dalam perjuangannya.
Ketika pasukan Belanda berhasil menguasai wilayah tersebut pada tahun 1905, Perang Kampar berakhir. Akhir dari perjuangan ini adalah penangkapan dan pembunuhan Datuk Tabano. Datuk Tabano dikatakan tahan terhadap peluru. Akibatnya, dia dicambuk dengan pelepah pisang untuk menghilangkan kebal peluru yang ada di tubuhnya. Datuk Tabano diikat di depan rumahnya selama hampir sepekan. Datuk Tabano selalu menderita kekurangan makanan dan minuman. Belanda tidak melakukan pembunuhan secara langsung karena ingin membuat orang ketakutan.
Semangat juang dan keberanian rakyat Kampar tetap dikenang sebagai simbol perjuangan melawan penjajahan, meskipun perjuangan mereka akhirnya gagal. Perjuangan Datuk Tabano tidak berakhir dengan kekalahan ini. Sebaliknya, ia memberikan inspirasi bagi generasi berikutnya untuk mempertahankan perjuangan melawan penindasan.
Sampai hari ini, cerita tentang keberanian dan pengorbanannya masih menjadi bagian dari warisan budaya dan sejarah masyarakat Kampar. Masyarakat setempat sangat terpengaruh oleh Perang Kampar. Di satu sisi, kekalahan perang ini membawa penderitaan bagi rakyat Kampar, termasuk kehilangan jiwa, harta benda, dan otonomi lokal. Di sisi lain, perlawanan ini memperkuat identitas kolektif masyarakat Kampar dan mengajarkan mereka bahwa mereka harus bersatu untuk melawan penjajah.
Mengambil alih Kampar memberikan Belanda akses penuh ke sumber daya alamnya. Namun, perang ini juga menunjukkan bahwa dorongan rakyat Indonesia untuk berjuang tidak mudah dihapus. Perjuangan rakyat Kampar adalah salah satu dari banyak perjuangan yang menghasilkan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Perang Kampar, yang berlangsung dari tahun 1894 hingga 1905, adalah salah satu peristiwa penting dalam perjuangan rakyat Indonesia melawan kolonialisme. Dengan keberanian dan kepemimpinannya, Datuk Tabano menjadi simbol perlawanan yang menginspirasi. Perjuangan ini akhirnya kalah, tetapi memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kolaborasi, taktik, dan keberanian dalam menghadapi kesulitan.
Masyarakat Kampar dan Indonesia secara keseluruhan masih mengingat perjuangan Datuk Tabano. Ia mengingatkan kita bahwa banyak pengorbanan dan perjuangan yang diperlukan untuk mendapatkan kemerdekaan dan kedaulatan. Semangatnya yang diwariskan menjadi teladan bagi generasi berikutnya untuk mempertahankan kemerdekaan negara dan menentang segala bentuk penindasan.
Referensi
Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1982.Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Riau. Jakarta : Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.