Wali Kota Bandung 2025-2030 Muhammad Farhan (dok : Humas Pemkot Bandung)

Di hadapan ratusan mahasiswa SBM ITB di Auditorium Namengkawi, Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan tidak berbicara dengan bahasa birokrasi yang kaku. Ia justru membuka diskusi dengan kalimat sederhana, “Politisi jangan punya cicilan. Itu titik lemah yang paling gampang dimanfaatkan.”

Hal itu dibeberkan Farhan dalam Expert Talk bertema “Building a Culture of Ethics and Good Governance in Organizations” di SBM ITB, Selasa, 23 September 2025.

Farhan bercerita tentang perjalanannya meninggalkan dunia hiburan yang glamor untuk masuk ke dunia politik. Sebelum terjun sebagai wali kota, ia menjual barang-barang mewahnya, bahkan kendaraan pribadi.

Alasannya sederhana, ia ingin tahu langsung bagaimana hidup seperti warganya.

“Saya mulai naik angkot, supaya tahu berapa ongkos dari Stasiun Bandung ke ITB. Dari situ saya sadar, macetnya Bandung bukan cuma soal jalan sempit, tapi karena transportasi umum kita memang tidak memadai,” ujarnya.

Cerita itu membuat ruangan bergemuruh. Para mahasiswa tidak hanya mendengar teori, tetapi melihat bagaimana seorang pemimpin menaruh dirinya di tengah realitas rakyat.

Klik informasi detail tentang Bandung Raya di golalibandung.my.id

Farhan kemudian menyentuh isu yang lebih serius, budaya gratifikasi. Ia menolak segala bentuk hadiah, bahkan sekadar kado ulang tahun.

“Sejak hari pertama menjabat, saya bilang ke staf, jangan kirim kado, jangan kirim uang. Doa lewat WhatsApp sudah cukup. Kalau kita biarkan hal kecil, itu bisa jadi pintu masuk praktik yang lebih besar,” tegasnya.

Menurut Farhan, integritas bukan sekadar jargon politik. Integritas adalah pilihan sehari-hari, menolak jalan pintas meski tidak populer.

Sebagai wali kota, Farhan juga mengulas tantangan besar dalam membangun good governance. Ia menyebut birokrasi publik sering dicap berbelit, padahal di situlah mekanisme hukum dijaga.

“Birokrasi memang membosankan, rigid, tapi harus dijalankan. Reformasi birokrasi bukan memotong seenaknya, tapi memastikan semua prosedur sesuai aturan. Kadang tidak populer, tapi itu harga yang harus dibayar demi tata kelola yang baik,” katanya.

Isu layanan dasar pun tak luput dari sorotan. Pendidikan, kesehatan, air minum, hingga penanganan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) disebutnya sebagai prioritas Bandung yang membutuhkan tata kelola transparan.

Menutup diskusi, Farhan menekankan bahwa good governance tidak bisa dibangun hanya dengan aturan hukum. Semua berawal dari komitmen moral seorang pemimpin.

“Budaya etika dalam organisasi dimulai dari diri sendiri. Integritas itu bukan sekadar slogan, tapi keputusan sehari-hari untuk tidak tergoda mengambil jalan pintas,” pungkasnya.(Humas Pemkot Bandung/Golali.id)