Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung telah menjalankan berbagai program pelestarian budaya dan bahasa Sunda di sekolah, seperti “Kamis Nyunda” dan penggunaan baju pangsi setiap pekan.
“Kalau sudah pakai pangsi, otomatis bahasanya juga harus bahasa Sunda. Jadi bukan hanya soal pakaian, tapi juga soal kebiasaan dan cara berbahasa. Itulah bentuk kecil dari upaya kita menjaga bahasa ibu tetap hidup,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, Asep Gufron pada Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) tingkat SD dan SMP se-Jawa Barat tahun 2025, di di Hotel Horison, Selasa 7 Oktober 2025.
Klik informasi detail tentang Bandung Raya di golalibandung.my.id
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan menuturkan bahasa ibu seperti bahasa Sunda merupakan simbol identitas bangsa. Ia mengingatkan pepatah Sunda yang menyebutkan, “Basa téh cicirén bangsa; leungit basana, leungit bangsana.”
Menurutnya, pelestarian bahasa ibu harus dimulai dari kehidupan sehari-hari, terutama di lingkungan keluarga dan sekolah.
“Sekarang banyak anak yang merasa malu memakai bahasa daerah karena dianggap tidak keren. Padahal, bahasa ibu itu bahasa yang paling personal, bahasa yang kita gunakan untuk berbicara dengan orang tua, saudara, dan guru,” tutur Farhan.
Ia juga mengingatkan, UNESCO telah menetapkan 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional, sebagai bentuk pengingat agar masyarakat dunia terus merawat bahasa daerahnya.
Di sisi lain, Pemkot Bandung berkomitmen dalam menjaga ruang publik sebagai tempat tumbuhnya ekspresi budaya dan seni. Farhan bahkan menyinggung pentingnya menghidupkan kembali taman-taman tematik di Bandung agar berfungsi sebagaimana mestinya, termasuk melalui pendekatan toponimi atau penamaan kawasan yang mengandung makna dan sejarah dalam bahasa Sunda.(Humas Pemkot Bandung/Golali.id)