Target Net Zero Emissions (NZE) atau emisi karbon netral menjadi kesepakatan bersama negara-negara di dunia termasuk Indonesia, untuk mengatasi kondisi iklim yang semakin memburuk akibat pemanasan global dari berbagai aktivitas manusia. Dalam mencapai NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat, sangat penting dilakukan semua pihak termasuk perbankan.
Bank Mandiri sebagai bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) terbesar milik pemerintah Indonesia, turut mendukung untuk mencapai target NZE, melalui penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) pada seluruh aspek perseroan.
Salah satunya dukungan Bank Mandiri melalui Sustainable Finance (ekonomi berkelanjutan), dengan pendekatan prinsip ESG melalui ESG Framework yang terdiri dari tiga pilar utama, yaitu Sustainable Banking, Sustainable Operation, dan Sustainability Beyond Banking.
Penerapan ESG ini, mengerek pendapatan Bank Mandiri pada sektor Sustainable Finance dari tahun ke tahun, seperti yang tercatat pada data resmi di website Bank Mandiri selama 3 tahun terakhir yaitu 2022 hingga 2024.
Hingga September 2024, portofolio ekonomi berkelanjutan (Sustainable Finance) Bank Mandiri mencapai Rp285 triliun. Dari jumlah tersebut, portofolio hijau mencatat pertumbuhan yang signifikan, yaitu Rp142 triliun. Salah satu kontribusi utama, berasal dari sektor pengelolaan sumber daya alam hayati dan penggunaan lahan berkelanjutan sebesar Rp107 triliun.
Hingga akhir Desember 2023, total portofolio berkelanjutan Bank Mandiri tercatat Rp 264 triliun. Rinciannya porsi portofolio hijau atau green portofolio telah mencapai Rp 129 triliun dan portofolio sosial menembus Rp 135 triliun. Secara total, portofolio berkelanjutan Bank Mandiri tahun 2023 meningkat 15,4 persen dari tahun 2022.
Pencapaian portofolio berkelanjutan Bank Mandiri selama 9 bulan pada tahun 2024, melebihi data capaian portofolio berkelanjutan Bank Mandiri selama satu tahun di 2023.
Baca juga : Kuartal I 2024, Pelanggan Indosat di Jabar Lebih dari 10 Juta
Senior Vice President ESG Group Head Bank Mandiri, Citra Amelya Pane menjelaskan Bank Mandiri telah memperkuat kebijakan kreditnya dengan mengintegrasikan aspek ESG ke dalam proses persetujuan kredit pada 12 sektor, yaitu :
1) Agriculture (Pertanian)
2) Construction (Konstruksi)
3) Energy (Energi)
4) Fast-Moving Consumer Goods (FMCG)
5) Metal Mining (Pertambangan Logam)
6) Coal (Batu Bara)
7) Shipyard (Galangan Kapal)
8) Health Care & Pharmaceutical (Kesehatan dan Farmasi)
9) Pulp & Paper (Kertas dan Pulp)
10) Telecommunication (Telekomunikasi)
11) Transportation (Transportasi)
12) Oil & Gas (Minyak dan Gas)
“Pendanaan ini mendukung upaya pelestarian ekosistem, pengelolaan sumber daya yang bertanggung jawab, dan rehabilitasi lahan untuk menciptakan dampak positif bagi lingkungan. Selain pengembangan sectoral credit policy (kebijakan kredit sectoral), Bank Mandiri juga menerapkan Environment Social Risk Management (ESRM) melalui penggunaan Environmental and Social Compliance Checklist (ESCC),” kata Citra dalam siaran pers resmi 2 Desember 2024 dikutip Golali.id Rabu, 8 Januari 2025.
Contohnya pada sektor kelapa sawit, Bank Mandiri bekerja sama dengan perusahaan yang telah mematuhi komitmen No Deforestation, No Peatland Expansion, and No Exploitation (NDPE), serta memiliki sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) maupun Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Langkah ini bertujuan untuk menghindari pembiayaan pada proyek yang berpotensi merusak lingkungan, seperti deforestasi, penanaman di lahan gambut, atau eksploitasi tenaga kerja.
Untuk sektor industri kertas dan pengemasan, Bank Mandiri juga memberikan pembiayaan untuk produk kehutanan berkelanjutan kepada perusahaan yang memiliki dokumen sertifikat legalitas kayu dengan skema Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), sertifikasi Forestry Stewardship Council (FSC), atau sertifikat lainnya yang diakui secara lokal dan internasional.
Baca juga : GWM Pasteur Jadi Dealer GWM Pertama di Jawa Barat
Citra menjelaskan checklist ini dirancang berdasarkan delapan parameter utama yang merujuk pada Performance Standards dari standar global. Dengan kerangka kerja yang komprehensif ini, Bank Mandiri melakukan penilaian terhadap kepatuhan debitur wholesale terhadap berbagai aspek keberlanjutan, termasuk risiko fisik dan transisi, penerapan hak asasi manusia, proses pengadaan lahan yang sesuai dengan regulasi, serta turut menjaga keanekaragaman hayati.
“Pendekatan ini tidak hanya memastikan praktik bisnis yang bertanggung jawab, tetapi juga membantu mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan atau tindak lanjut, mendukung debitur dalam mengadopsi praktik berkelanjutan, serta memitigasi risiko lingkungan serta sosial.Komitmen Bank Mandiri terhadap keberlanjutan terus dibuktikan dengan peningkatan signifikan dalam portofolio pembiayaan berkelanjutan,” tandas Citra.
Energi Terbarukan
Khusus untuk energi terbarukan sebagai bagian dari Sustainable Finance, portofolio Bank Mandiri di sektor energi terbarukan hingga September 2024 telah mencapai Rp10 triliun, atau peningkatan sebesar 6,1 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023.
“Langkah ini sejalan dengan rencana jangka panjang yang tertuang di Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN untuk mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060. Rencana tersebut mencakup pencapaian sebesar 25 persen dari campuran energi terbarukan pada tahun 2030 dan mencapai 100 persen energi terbarukan pada tahun 2060,” kata Wakil Direktur Utama Bank Mandiri, Alexandra Askandar.
Adapun berbagai proyek energi terbarukan yang terus dibidik Bank Mandiri seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung, pembangkit listrik tenaga angin (PLTA), dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Kredit kendaraan rendah emisi untuk individu, kredit untuk transportasi ramah lingkungan, hingga mendukung pengembangan ekosistem mobil listrik dari hulu ke hilir.
Peraturan pemerintah
Seperti diketahui kebijakan Net Zero Emissions lahir setelah adanya Perjanjian Paris (Paris Agreement) yang disetujui 195 pihak (194 negara termasuk Uni Eropa) pada Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2015 di Paris, Prancis.
Paris Agreement menetapkan tujuan jangka panjang untuk memandu semua negara untuk :
= Mengurangi emisi gas rumah kaca global secara signifikan untuk menahan kenaikan suhu global jauh di bawah 2°C di atas tingkat pra-industri dan melakukan upaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri, dengan menyadari bahwa hal ini akan mengurangi risiko dan dampak perubahan iklim secara signifikan
= Menilai secara berkala kemajuan kolektif dalam mencapai tujuan perjanjian ini dan tujuan jangka panjangnya menyediakan pembiayaan kepada negara-negara berkembang untuk mengurangi perubahan iklim, memperkuat ketahanan, dan meningkatkan kemampuan beradaptasi terhadap dampak iklim.
Untuk menudukung dan menjalankan Paris Agreement, pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai peraturan, termasuk dalam industri perbankan untuk mencapai Net Zero Emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Baca juga : Kawasan Majalaya yang Dulu Dijuluki Kota Dollar Lewat Produk Sarung
Adapun berbagai peraturan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia yaitu :
1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim).
2) Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.
4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor No.60/POJK.04/2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond)
5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum.
6) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. (Yatni Setianingsih/Golali.id)