Tari kecak biasanya dipentaskan pada sore hari. Seperti yang terlihat di kala matahari memasuki peraduan di salah satu halaman pura di Bali beberapa waktu lalu, saya saksikan.
Puluhan pria berkain poleng khas Bali mengelilingi api unggun dengan kedua tangan dan jarinya bergerak seirama.
Begitupun suara mereka serempak mengucap “cak…cak…cak…” .
Itulah bagian dari salah satu seni khas Pulau Dewata yaitu tari kecak. Para penonton menikmatinya dengan duduk melingkar di amphiteater yang berada di dekat para penari.
Tanpa alat musik
Tarian kecak biasanya melakonkan kisah Mahabrata atau pun Ramayana. Berbeda dengan tarian pada umumnya, yang menggunakan beragam alat musik untuk mengiringi gerakan penari.
Nah, dalam tariian ini hanya mengandalkan suara “cak…cak…cak” dari para penari tanpa iringan waditra musik.
Meskipun begitu tetap menarik siapapun untuk menontonnya. Awalnya tari kecak yang namanya diambil dari suara “cak”, bukan termasuk seni untuk hiburan.
Melainkan salah satu seni sakral. Sekitar tahun 1930an, tarian ini mulai ada modifikasi dengan jalan cerita Mahabrata atau pun Ramayana namun hal itu tidak menggerus tari kecak sebagai tarian sakral.
Pasalnya hingga kini tari kecak yang sakral, tetap dipentaskan di dalam pura dan dilakukan pada waktu tertentu dan bukan sebagai bahan tontotan.
Jadi kalau ke Pulau Bali jangan lupa jadikan atraksi seni tari ini sebagai salah satu pilihan wajib untuk ditonton.(*/Golali.id)