Amanda Andina Nugroho merupakan juara kedua, pada Lomba Menulis Surat dari Perempuan untuk Indonesia dengan tema “Kartini: dari Terang Menuju Cahaya”.
Lomba Menulis Surat dari Perempuan untuk Indonesia digelar Komunitas Temu Sejarah Indonesia berkolaborasi dengan media online Golali.id, yang didukung digitalmama.id, Art Gullery, dan bandungbergerak.id.
Lomba Menulis Surat dari Perempuan untuk Indonesia sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi atas perjuangan Kartini, salah satu pahlawan nasional yang gigih memperjuangkan emansipasi perempuan di Indonesia.
Inilah isi surat dari Amanda Andina Nugroho untuk Indonesia
Dari Aku, untuk Kamu, Demi Masa Depan Perempuan yang Hidup
“Dalam tangan anaklah terletak masa depan dan dalam tangan ibulah tergenggam anak yang merupakan masa depan itu.” – R.A Kartini
Ia adalah awal mula pendidikan, namun nyatanya ia masih jauh dari pendidikan. Begitulah kenyataan yang harus dihadapi perempuan, di tengah hidup bermasyarakat. Tuntutan sebagai agen pendidikan pertama yang baik bagi anak-anaknya dibebankan di atas pundaknya, namun akses pendidikan masih susah didapatkannya.
Sudah 120 tahun lebih waktu berlalu, juang yang dilakukan RA Kartini belum usai. Generasi saat ini tetap memiliki tugas untuk melanjutkan perjuangan tersebut, mengingat kesetaraan gender belum tercapai dan berbagai perlakuan kurang baik yang menimpa perempuan. Mari menilik kembali apa saja yang telah diterima dan dijuangkan perempuan di hidup bermasyarakat.
Menyoal Konsep yang Dilekatkan pada Perempuan
Sejak dahulu, perempuan lekat dengan konsep warga kelas dua, di mana perempuan didikte bahwa dapur adalah tujuan akhirnya dan patuh kepada laki-laki adalah kewajibannya. Pemikiran ini menjadikan posisi perempuan lebih inferior daripada laki-laki di tengah masyarakat. Akibatnya, perempuan tidak memiliki akses terhadap apapun, terutama untuk menggapai cita-citanya, karena gambaran dunia perempuan yang seperti sebuah kurungan.
Seabad yang lalu Kartini menyuarakan ide dan cita-citanya melalui surat yang ditulis. Surat ini yang membuka akses mula-mula perempuan Indonesia untuk dapat berpikir, memiliki cita-cita, dan berusaha meraihnya. Kesadaran yang akhirnya timbul untuk keluar dari kurungan budaya patriarki, yang membatasi gerak hidup perempuan.
Kita bisa melihat bagaimana saat ini perempuan memiliki kesadaran untuk memperjuangkan apa yang menjadi haknya, mulai dari pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan hak dasarnya sebagai perempuan. Namun, tak sedikit juga perempuan yang masih terperangkap dalam “dunia kurungan” yang dibentuk oleh budaya patriarki.
Akibatnya, beberapa masih belum memiliki kesadaran dan membiarkan apa yang menjadi haknya tetap dirampas. Ini menjadi tantangan bagi kita, karena pandangan patriarki yang melekat pada beberapa perempuan belum tentu setuju dengan adanya perjuangan perempuan, untuk meraih terang yang berada di luar kurungan patriarki.

Belum Efektifnya Ide “Women Support Women”
Media sosial kini kerap didapati jargon women support women, bertujuan menyebarkan pesan agar perempuan saling mendukung dalam perjalanannya berkembang. Jargon ini digunakan dalam berbagai konteks mulai dari pengembangan diri, kesehatan, kecantikan, pendidikan, bahkan pilihan hidup yang diambil setiap perempuan. Tentunya ini mendorong gerakan positif, di tengah perempuan saling mendukung perjuangan haknya.
Tidak semudah viralnya penggunaan jargon women support women, kenyataan di tengah masyarakat justru masih kurang terlihat budaya saling dukung antar perempuan. Sebaliknya, masih banyak perempuan yang saling menjatuhkan satu sama lain. Kejadian ini cukup sering terjadi di media sosial, namun tidak dipungkiri hal ini juga terjadi di kehidupan sehari-hari.
Menilai dan menghakimi sesuai nilai dan pandangan yang dimiliki, begitulah yang terjadi di tengah lingkup perempuan. Satu pihak tidak setuju dengan ambisi perempuan berkarir dan independen, karena dianggap menyalahi budaya yang sudah turun-temurun. Sisi lain, terdapat juga pihak yang merasa superior karena akses yang dimilikinya dan berujung merendahkan perempuan lain. Fenomena ini berujung pada perjuangan perempuan yang terpecah menjadi dua arah, karena masih berfokus pada siapa yang paling benar dan bukan pada sebab utama, yaitu akses keluar dari patriarki.
Ini Soal Kesetaraan Bukan Keunggulan
It’s about equality not supremacy. Perjuangan yang dilakukan perempuan selama ini tidak lepas dari ujaran kebencian dan ketidaksetujuan masyarakat. Banyak yang mengira, perjuangan perempuan ini dilakukan agar perempuan lebih unggul daripada laki-laki. Ini menjadi sarana bagi berbagai pihak untuk menjatuhkan kelompok tertentu, sehingga perempuan berada di posisi tertinggi. Padahal mulanya tujuan perjuangan perempuan untuk mencapai kesetaraan.
Perjuangan perempuan dilakukan dengan dasar kesetaraan dan inklusi. Dasar ini digunakan untuk mencapai tujuan, agar siapapun memiliki hak dan akses yang setara. Baik itu hak untuk hidup, hak berpendapat, akses pendidikan, maupun akses mendapatkan informasi.
Adanya hak dan akses yang setara, dapat memperbaiki kesadaran masyarakat dan mengurangi kekerasan antar kelompok akibat ketimpangan yang ada. Isu ketimpangan ini menjadi PR tidak hanya bagi perempuan, tapi bagi pemerintah yang menyusun kebijakan dan mengimplementasikannya di tengah masyarakat.
Pemerintah perlu menyusun kebijakan sensitif gender, agar dalam pengimplementasiannya perempuan tidak dirugikan dan tetap merasakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Selain itu, perlunya pemberian edukasi terhadap masyarakat bahwa mengemban pendidikan adalah kewajiban bagi anak-anak perempuan dan laki-laki. Mulai dari pendidikan, perempuan dapat membuka jendela dan melihat dunia lebih luas sehingga apa yang menjadi haknya bisa ia perjuangkan.
Perjuangan yang sudah dilakukan 120 tahun lebih masih akan terus berlanjut sampai hari-hari kedepan. Tidak mudah untuk lepas dari kurungan budaya patriarki yang sudah tertanam selama beratus-ratus tahun lamanya. Harapannya, 21 April tidak hanya sebagai ajang lomba berpakaian kebaya di sekolah-sekolah, tetapi juga sebagai pengingat agar setiap kita berefleksi apa yang sudah kita juangkan dan bagaimana perjuangan ini akan dilanjutkan.
(Melalui proses editing Tim Golali.id)