Selat solo adalah kuliner yang berasal dari Kota Surakarta atau Solo, Provinsi Jawa Tengah atau Jateng. Selat solo memiliki nama lain yaitu selat galantin

Selat solo termasuk salah satu kuliner hasil pencampuran, antara masakan Jawa dengan Eropa khususnya Belanda. Berdasarkan berbagai literatur, penamaan selat dalam sajian makanan ini berasal dari bahasa Belanda slachtje atau salad dalam bahasa Indonesia.

Masakan ini diperkirakaan masuk dalam olahan di dapur Kasunanan Surakarta Hadiningrat, pada masa kolonial Belanda. Namun karena selera masakan Jawa yang cenderung manis sangat berbeda dengan Belanda.

Sehingga masakan ini mengalami perubahan, di mana rasa manis berasal dari penambahan gula jawa dan kecap manis. Selat solo memiliki rasa manis, gurih, dan asam yang segar. Selat solo bisa dimakan dengan nasi.

Sepiring selat solo terdiri dari daging sapi, daun selada, potongan buncis, wortel, kentang, telur pindang, kuah berwarna merah, dan saus mayonaise. Daging sapi terdiri dari potongan daging sapi atau daging sapi cincang.

Dimasak dengan cara diungkeb dengan berbagai bumbu rempah seperti bawang merah, bawang putih, lada, garam, gula jawa, tomat, kecap, dan asam jawa.

Selat solo disajikan dan dikonsumsi dengan kondisi dingin, berbeda dengan umumnya kuliner berkuah seperti sop dan soto.

Di Solo dapat dengan mudah menemukan sajian ini seperti di sekitaran Stasiun Solo Balapan, Terminal Tirtonadi, Pasar Gede Harjonagoro, dan lain-lain. Selain itu, selat solo pun hadir di berbagai kota besar di Indonesia seperti Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta. (Yatni Setianingsih/Golali.id)