Malioboro sudah lama menjadi landmark dari Kota Yogyakarta, setiap wisatawan yang datang ke Kota Pelajar ini pasti menyempatkan diri mengunjungi pusat keramaian di Kota Gudeg ini.
Salah satu ikon kota yang banyak diburu turis yaitu Tugu Jogja, selain monumen yang penuh sejarah ini, ada banyak tempat lainnya yang menarik untuk dikunjungi versi Golali. Berikut tempat menarik tersebut :
1. Jogja Library Center (JLC)
Perpustakaan ini berada di Jalan Malioboro No 175, Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen Kota Yogyakarta.
JLC memiliki ciri khas bangunan berarsitektur Eropa klasik dengan sentuhan khas Keraton Yogyakarta. Di masa Hindia Belanda, bangunan ini difungsikan sebagai toko buku sekaligus penerbit N.V Boekhandel en Drukkerij Kolff Bunning.
Perpustakaan yang terdiri dari dua lantai ini, menyimpan koleksi media massa cetak dalam negeri maupun luar negeri, dari awal kemerdekaan hingga sekarang. Selain itu adapula beragam buku tentang Yogyakarta dan buku karya penulis Jepang.
2. Kampung Ketandan
Kampung Ketandan terletak di Jalan Ketandan Kulon, Kelurahan Ngupasan Kecamatan Gondomanan. Kampung yang berada di kawasan Malioboro ini merupakan kawasan pecinan Jogja.
Pintu masuk Kampung Ketandan ditandai dengan gapura berdesain arsitektur khas China. Paduan warna merah serta hijau menjadi ciri khas gapura di kawasan Chinatown ini, ditambah dengan hiasan naga, atap berbentuk lengkung dan bertumpuk.
Di sini terdapat rumah bergaya arsitektur campuran Tiongkok, Eropa, dan Jawa yang digunakan sebagai rumah tinggal dan berjualan perhiasan emas, kuliner, dan grosir sandal.
3. Pasar Beringharjo
Dari Kampung Ketandan ke sebelah selatan, kita akan menemukan Pasar Beringharjo. Pasar rakyat ini kabarnya telah hadir berbarengan dengan Keraton Yogyakarta yakni pada 1758.
Pasar tradisional ini menjadi sentra beragam batik khas Yogyakarta. Di sini pengunjung bisa menemukan kain batik, baju batik untuk pria dan wanita dengan ukuran dewasa sampai anak-anak, tas batik, dan aneka kerajinan berbahan batik. Meskipun banyak grosir batik, tetapi harga eceran maupun partai besar harganya sama. Selain grosir batik adapula penjual produk batik yang hanya menawarkan dalam jumlah kecil atau eceran, nah di los ini kita harus pandai-pandai menawar, pasalnya penjual biasanya memberikan harga untuk ditawar.
Di pasar ini pun kita bisa wisata kuliner khas Yogyakarta dan sekitarnya, baik untuk dimakan di tempat maupun untuk oleh-oleh. Adapula beragam komoditas untuk kebutuhan resepsi pernikahan dan khitanan. Selain itu adapula bahan baku minuman jamu yang bisa dibeli dalam ukuran kecil.
4. Masjid Siti Djirzanah
Tepat di seberang pintu depan Pasar Beringharjo terdapat Masjid Siti Djirzanah yang berlokasi di Jalan Margomulyo No 25, Kelurahan Ngupasan Kecamatan Gondomanan. Masjid ini diresmikan pada Jum’at 10 Agustus 2018 atau 28 Dzulqaidah 1439 Hijriyah.
Letak masjid berada di antara deretan pertokoan, ya dahulu bangunan masjid ini adalah bangunan toko, yang dibeli dan dibangun menjadi masjid oleh putra dan putri dari Siti Djirzanah yaitu, Herry Zudianto, Ellys Yudhiantie, dan Rudi Sastiawan. Herry Zudianto merupakan Wali Kota Yogyakarta, periode 2001-2006 dan 2006-2011.
Mengutip informasi yang terdapat pada prasasti pada salah satu dinding masjid, rumah ibadah umat Islam ini sengaja dibangun untuk mengenang dan sebagai amal jariyah Almarhumah Siti Djirzanah.
Bangunan masjid ini memiliki gaya arsitektur yang unik, kental dengan nuansa arsitektur bangunan Tiongkok meskipun ada sentuhan Timur Tengah dan Eropa.
5. Museum Benteng Vredeburg
Museum ini menghadirkan koleksi perjalanan kehidupan bangsa Indonesia dari masa Perang Diponegoro sampai masa orde baru. Museum ini berada di Jalan Margo Mulyo No 6 Kota Yogyakarta.
Bangunan museum ini termasuk bangunan cagar budaya yang memiliki cerita sejarah yang panjang. Dikutip dari www.vredeburg.web.id, pembangunan Benteng Vredeburg dilakukan pada 1760.
6. Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949
Monumen ini berada di ujung selatan dari Jalan Malioboro atau di sekitaran Tugu dan dekat dengan Titik Nol Kilometer Kota Yogyakarta. Monumen ini menggambarkan perjuangan rakyat sipil dan militer bersatu, untuk melakukan serangan kepada tentara Belanda yang telah melakukan agresi militer Belanda II karena tetap tidak mengakui kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Militer Belanda sendiri melakukan serangan ke kawasan Yogyakarta pada akhir 1948 yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda II , karena pada saat itu Kota Yogyakarta menjadi ibu kota NKRI. Pasalnya Jakarta yang sejak awal kemerdekaan dijadikan ibu kota negara telah dikuasai Belanda. Sehingga dengan kata lain, latar belakang serangan umum 1 Maret 1949 terhadap militer Belanda di Yogyakarta sebagai serangan balasan. (*/Golali.id)