Buku Tradisi-Tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa, karya Gesta Bayuadhy. Menjabarkan tradisi-tradisi dari masyarakat Jawa penuh makna, simbol, dan jati diri yang masih sesuai dengan masa kini.
Mulai dari upacara perjalanan hidup manusia, mulai dari lahir sampai meninggal dunia. Contohnya anak mulai belajar berjalan kaki, yang disebut dengan tradisi tedhak siten (anak menapaki alam nyata).
Salah satu bagian dari upacara tedhak siten, anak melangkahkan kaki menginjak jadah (makanan dari ketan) tujuh warna (merah, putih, hitam, kuning, biru, ungu, dan jingga) dengan dipandu sang ibu.
Jadah tersebut ditata dari warna gelap menuju terang. Ritual ini melambangkan berbagai rintangan yang harus dijalani si anak dalam menempuh kehidupan.
Anak tersebut diharapkan bisa melalui pahit getirnya kehidupan nyata dengan sebaik-baiknya serta bisa menjadi manusia yang mampu mencari dan menemukan kebahagiannya (hal 34-35).
Dalam kehidupan sosial, masyarakat Jawa melakukan berbagai tradisi untuk meringankan beban sesama, yang kita kenal dengan sebutan gotong royong.
Gotong royong bisa dilakukan untuk masyarakat umum maupun individu. Gotong royong untuk membangun sarana umum disebut kerja bakti, bakti masyarakat, atau istilah yang sejenis.
Sedangkan, gotong royong untuk pribadi biasanya disebut sambatan atau dalam istilah yang lebih luas adalah kerja sosial. Kerja sosial artinya tanpa imbalan. Namun jiwa, semangat, spirit, dan perilaku gotong royong pada masyarakat Jawa makin lama makin menipis.
Bukan rahasia lagi, masyarakat Jawa sekarang mulai terpengaruh budaya luar yang mestinya bisa disaring dan dirambang. Dirambang berarti meneliti secara cermat untuk memilih mana yang diperlukan dan membuang yang tidak menguntungkan (hal 189-190).
Judul Buku : Tradisi-Tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa
Penulis : Gesta Bayuadhy
Jumlah Halaman : 208
Penerbit : Dipta
Cetakan : 2015
ISBN : 978-602-7695-81-8 (*/Golali.id)