Artikel dari Salsabila Nofianti adalah salah satu peserta Pekan Menulis Artikel Sejarah, yang diselenggarakan dalam rangka memperingati HUT ke-1 Temu Sejarah.

Seluruh isi artikel murni pandangan dari penulis, isi artikel diluar tanggung jawab redaksi Golali.id

Pada masa Indonesia dijajah oleh Kolonial Belanda selama ratusan tahun menyisakan banyak
cerita bersejarah yang menginspirasi kaum muda Indonesia masa kini. Era kolonialisme yang
terjadi pada awal Abad ke-19 memunculkan aspek kehidupan yang turut mewarnai masyarakat
Indonesia seperti agama, ekonomi, politik, budaya, dan lainnya. Salah satu aspek budaya yang
mewarnai masyarakat Indonesia di masa kolonial yaitu budaya patriarki.

Patriarki merupakan sebuah sistem sosial yang menganggap laki-laki memiliki derajat, kendali dan keunggulan yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan dalam aspek politik, ekonomi, budaya serta keluarga. Hal tersebut menimbulkan ketidaksetaraan hak dan kesempatan kaum perempuan.
Budaya patriarki sendiri muncul di masa penjajahan karena dibawa langsung oleh para penjajah
Belanda yang memberikan pandangan atau nilai-nilai mengenai gender dan peran gender dimana
sering kali mengunggulkan kaum laki-laki untuk menjadi pemimpin dibandingkan kaum
perempuan yang menurut mereka lebih baik mengurusi rumah tangga dan berada di dalam
rumah.

Kaum perempuan di masa penjajahan juga seringkali mengalami eksploitasi dan kekerasan
seksual. Selain itu, akses pendidikan yang terbatas di masa kolonial juga mengakibatkan
minimnya hak dan kesempatan kaum perempuan untuk mendapatkan pendidikan seperti kaum
laki-laki.

Di tengah gempuran budaya patriarki pada masa kolonial itu, muncul nama-nama tokoh
perempuan Indonesia yang turut memperjuangkan emansipasi perempuan salah satunya yaitu
Raden Ajeng Kartini atau yang dikenal R.A. Kartini. R.A. Kartini merupakan Pahlawan Nasional
yang lahir di Jepara pada 21 April 1879. Kartini berasal dari kalangan priyayi atau bangsawan
yang membuatnya memiliki kedudukan yang istimewa dibandingkan anak-anak lain.
Kiprahnya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dimulai dari keresahan Kartini yang
ingin melanjutkan studi ke Belanda setelah lulus dari Europe Lagere School (ELS) namun,
ditentang kedua orangtuanya untuk menjalani pingitan. Dari sana lah Kartini merasa perlu
adanya keseimbangan antara laki-laki dan perempuan. Kartini tak ingin kaum perempuan di
bangsanya khususnya di pulau Jawa itu tertindas dan harus menuruti kaum laki-laki. Kartini
percaya perempuan memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan.

Selama masa pingitan, Kartini mulai menyampaikan gagasannya melalui surat yang beliau kirim
kepada teman-temannya di Belanda. Kartini menyampaikan surat kepada Nyonya Van Kol. Surat
itu berisikan gagasannya yang menyatakan bahwa perempuan yang diberikan pendidikan akan
mampu membuat Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan beradab. Kartini percaya
bahwa perempuan dapat bersanding dan bekerjasama dengan laki-laki
Pendidikan menurut Kartini merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menambah
wawasan masyarakat ke arah yang modern. Pendidikan dapat menjadikan perempuan sebagai
seorang ibu yang baik, pengajar yang bijaksana, dan mampu mengatur keuangan dengan baik.

Keinginan Kartini untuk memperjuangkan pendidikan bagi perempuan akhirnya terwujudkan.
Beliau mendirikan mendirikan Sekolah Kartini pada tahun 1903 di Kota Jepara. Materi yang
diajarkan tak hanya pendidikan umum saja tetapi juga pendidikan budi pekerti. Selain itu,
diberikan juga pengetahuan agama. Dengan adanya Sekolah Kartini memberikan dampak positif
terhadap rakyat kecil khususnya bagi perempuan.

Perjuangan Kartini pada masa penjajahan Indonesia membawa pengaruh besar sampai saat ini.
Kini perempuan dapat melakukan hal apapun dengan bebas. Terlihat dari banyaknya kaum
perempuan yang menempuh perguruan tinggi, perempuan diperbolehkan menjadi pejabat seperti
lurah, camat, bupati, walikota, gubernur, dan lainnya.

Untuk mengenang jasa-jasanya, pada tanggal 21 April di seluruh Indonesia diperingati sebagai
Hari Kartini.

Referensi

Karlina & Hudaidah. Pemikiran Pendidikan dan Perjuangan Raden Ayu Kartini Untuk
Perempuan Indonesia. Jurnal Humanitas Vol. 7 No. 1, 2020.
Suhroh, S., Hairunnisa, & Sabiruddin. (2021). Representasi pergeseran budaya patriarki dalam
film “Kartini” karya Hanung Bramantyo. eJournal Ilmu Komunikasi, 9(1), 209-221