Singgih Susilo Kartono merupakan seorang desainer alumni Desain Produk ITB tahun 1986. Singgih Susilo Kartono adalah pembuat Radio Kayu Magno dan Spedagi Bamboo Bike dari Desa Kandangan, Temanggung yang mendunia dengan penghargaan Japan Good Design Award G-Mark 2008, London Design Museum’s Brit Insurance Design Awards 2009, dan lain-lain.
Singgih Susilo Kartono juga pencetus gerakan revitalisasi desa, melalui pasar rakyat Papringan yang menginspirasi ratusan desa di Indonesia.
Mengutip website ITB, Singgih mengatakan ia bukan merupakan seorang desainer yang mengikuti perkembangan pasar. Ia selama ini menjalaninya hanya mengikuti panggilan hati dan melihat kondisi sekitar.
Hal tersebut yang mendorongnya menciptakan berbagai mahakarya istimewa yang terkenal seperti Magno (brand kerajinan kayu), spedagi (sepeda dengan rangka bambu), dan Pasar Papringan.
Magno
Magno merupakan bentuk kelanjutan realisasi dari tugas akhir yang ia lakukan. Menurutnya Magno membawa nilai kebijaksanaan.
Kebijaksanaan akan potensi sumber daya manusia dan alam Indonesia, yang luar biasa. Magno tentu tidak sembarangan dibuat. Setiap barang yang dihasilkan memiliki keseriusan desain, proses produksi berkualitas, dan yang terpenting makna filosofis di baliknya.
Spedagi
Spedagi merupakan sepeda lokal bermaterial utama bambu. Bambu dipilih karena melihat potensi di desanya tumbuh subur banyak bambu. Bambu juga material yang unik serta fleksibel sehingga cocok digunakan untuk kerangka sepeda. Spedagi buatannya juga sudah teruji laboratorium di Jepang dan uji jarak jauh dari Aceh ke Denpasar.
Spedagi ini juga dikembangkan dalam rangka social movement yang menjaga alam secara berkelanjutan. Melalui spedagi, ia mengharapkan orang-orang bisa merasakan kembali kedekatan dengan alam.
“Spedagi ini merupakan perwujudan lokalitas yang menghasilkan originalitas,” tutur Singgih.
Pasar Papringan
Pasar Papringan merupakan pasar yang bertempatan di antara sekumpulan tanaman-tanaman bambu. Sebelumnya, pasar ini merupakan kawasan tumpukan sampah di sekeliling pepohonan bambu. Kemudian Singgih berinisiatif mengatasi masalah ini dengan mengajak masyarakat untuk merasa Pasar Papringan ini menjadi sesuatu yang berharga. Dengan menerapkan design thinking, Singgih menggarisbawahi perilaku dan ritme yang sesuai dengan aktivitas yang disukai masyarakat sehingga terbentuklah konsep pendekatan pasar.
Pasar Papringan ini menjadi proyek yang inspiratif dan inovatif. Tantangannya memang lokasinya cukup jauh, namun berkat adanya publikasi media sosial, pasar ini menjadi semakin terkenal. (Yatni Setianingsih/Golali.id)
Foto : itb.ac.id