Retribusi pasar digital

Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mulai menerapkan pembayaran retribusi para pedagang pasar tradisional, secara online atau non-tunai.  Hal ini dilakukan untuk transparansi layanan retribusi dan mengurangi interaksi secara langsung, antara petugas dan pedagang pasar di masa pandemi Covid-19.

Pemkot Bandung melalui Perumda Pasar Juara menggandeng Bank BJB sebagai mitra. Sebagai proyek perdana, retribusi non-tunai ini diberlakukan di Pasar Sadang Serang dan Pasar Simpang Dago.

“Perumda Pasar Juara punya 37 pasar tradisional dengan kurang lebih 17 ribu pedagang. Di tengah pandemi Covid-19 ini tentunya kalau bisa interaksi antara petugas pasar dengan para pedagang untuk mengumpulkan retribusi sebisa mungkin dikurangi. Sehingga pilihannya adalah digitalisasi,” kata Yana Mulyana  usai penandatangan MoU di Pasar Sadangserang Bandung, Rabu, 22 Desember 2021.

Yana Mulyana mengungkapkan program digitalisasi juga, sebagai upaya transparansi layanan pemerintah. Sehingga pelayanan retribusi juga semakin optimal.

“Harapannya 17 ribu pedagang terdata dengan baik dan retribusinya lebih tertib karena itu potensi, dioptimalkan lewat teknologi,” imbuh Yana Mulyana.

Sementara itu, Direktur Utama Perumda Pasar Juara, Herry Hermawan menuturkan. dengan kerja sama ini para pedagang di Pasar Sadang Serang dan Simpang Dago dibekali dengan QRIS sebagai kode identifikasi. Nantinya transaksi pembayaran retribusi bisa melalui DIGICash Bank BJB.

“Nanti tetap ada petugas tapi hanya tinggal nge-tap QRIS saja. Jadi tidak perlu ribet saat transamsi tunai. Sekarang pilot project Sadang Serang 400-an pedagang dan Pasar Simpang Dago 90-an pedagang,” kata Herry.

Herry mengungkapkan, sistem pembayaran retribusi ini menjadi langkah awal sebelum digitalisasi ke tahap berikutnya. Yaitu pengembangan marketplace ataupun big data

Namun tantangannya paling besarnya yaitu mengubah kebiasaan, pembayaran sistem tunai ke non- tunai.

“Dilihat dulu before after, memang harus ada pendapatan. Memang tantangannya adalah mengalihkan pedagang yang biasanya tunai menjadi non-tunai,” paparnya.

Namun, Herry menuturkan, digitalisasi pasar juga sebagai upaya agar administrasi semakin tertib dan transparan. Sehingga mampu mengoptimalisasi pendapatan.

“Jadi pakai QR dulu, kemudian pembayaran retribusinya digital, sehingga ketahuan berapa pendapatan per harinya. Minimal mengurangi kebocoran dan selisih data,” jelasnya.

Sementara Deputi Head of Digital BJB, Anton Pribadi Hadimulyono mengungkapkan, sekitar 6.000an pedagang sudah diakuisi QRIS. 

“Memang dalam pengelolaannya ada sekitar 17 ribu tapi di sekililingnya masih ada potensi pedagang dan pelaku UMKM sekitar 31 ribuan. Akan kami dorong agar lebih menggeliatkan pereknomian,” kata Anton. (*/Golali.id)

foto : Humas Pemkot Bandung