Kepala Staf Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), Dr. Djatnika Setiabudi, dr.,SpA(K).,MCTM.(Trop.Ped), menjelaskan munculnya wabah campak salah satunya dipengaruhi pandemi Covid-19.
Hal ini, sambung Djatnika mengakibatkan penurunan cakupan imunisasi campak kepada anak-anak. Penurunan ini akhirnya menurunkan kekebalan komunitas (herd immunity) di masyarakat.
“Karena pandemi Covid-19 awal-awal, maka sekarang ‘panennya’,” ungkap Djatnika dikutip dari website Unpad, Rabu 25 Januari 2023.
Semnetara pada masa sebelum pandemi, penyebaran penyakit campak sudah dapat dikendalikan. Artinya, kasus penularan campak hanya bersifat sporadis, tidak berbentuk wabah atau KLB.
Selain itu, meningkatnya penularan campak juga tidak lepas dari masih banyaknya kantong-kantong yang menolak vaksin.
“Harusnya KLB ini juga dilihat juga populasinya yang mana. Apakah di wilayah yang termasuk banyak imunisasinya ataukah yang tidak,” sambungnya.
“Jika seseorang tidak divaksin campak, kemungkinan tertular campak makin besar,” ucapnya.
Dampak berat dari campak akan dirasakan mereka yang belum sama sekali diimunisasi, yaitu rentan mengalami komplikasi penyakit lain seperti pneumonia, radang otak, hingga gizi buruk.
Untuk itu, pemberian vaksin campak dinilai penting untuk meningkatkan kembali kekebalan komunitas.
“Tidak ada istilah terlambat kalau untuk imunisasi itu. Bagi yang belum mendapatkan vaksin, segeralah divaksin. Diimunisasi saja, nanti akan diberikan jadwal ulangan,” kata imbuhnya.
Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) atas tingginya penularan campak di Indonesia. Hingga Desember 2022, tercatat 31 provinsi melaporkan adanya kasus penularan campak. (Yatni Setianingsih/Golali.id)
Foto : Humas Pemkot Bandung