Pemerintah Indonesia di masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, memiliki 17 program prioritas dan 8 misi yang disebut Asta Cita untuk mencapai visi “Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045”.
Salah satu dari 17 program prioritas yakni, menjamin rumah murah dan sanitasi untuk masyarakat desa dan rakyat yang membutuhkan. Seperti yang termaktub dalam misi Asta Cita yaitu, membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan. Kebijakan ini menargetkan Pembangunan 3 Juta Rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Untuk mencapai Pembangunan 3 Juta Rumah di masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, tiga menteri yaitu Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Menteri Pekerjaan Umum (PU), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bergotong royong mewujudkannya. Hal ini dimulai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri Tentang Dukungan Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Tiga Juta Rumah yang ditandatangani 25 November 2024. SKB 3 Menteri ini ditandatangani Menteri PU Dody Hanggodo, Mendagri Tito Karnavian, dan Menteri PKP Maruarar Sirait.
Dalam mewujudkan Pembangunan 3 Juta Rumah, pemerintah menggandeng berbagai pihak termasuk pihak perbankan, BTN sebagai bank pelaksana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Baca juga : Indosat Sasar Dunia Perbankan dan Keuangan Lewat Banking AI Day
BTN adalah bank milik pemerintah bagian dari BUMN (Badan Usaha Milik Negara), yang sejak tahun 1974 ditunjuk pemerintah sebagai bank penyalur kredit pemilikan rumah (KPR).
Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu menegaskan BTN siap mendukung program Pembangunan 3 Juta Rumah dari pemerintah, salah satunya terkait rencana Kementerian PKP yang akan menaikan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dari 220 ribu unit menjadi 800 ribu unit pada tahun 2025.
“Kami menyambut baik ada upaya menaikkan kuota KPR Subsidi dari biasanya sekitar 200 ribu menjadi 800 ribu. Kami sedang mendiskusikannya secara teknis untuk pelaksanaannya. Kami harap ini bisa menjadi keputusan presiden,” beber Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu dikutip dari keterangan resminya, Sabtu 18 Januari 2025.
Lebih lanjut, Nixon menjelaskan untuk memenuhi kuota FLPP 800 ribu unit diperlukan dana, lebih dari Rp70 triliun. Untuk saat ini, pembagian porsi dukungan pembiayaan FLPP masih 75 persen berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan 25 persen dari perbankan. Tenor kredit selama 20 tahun.
Baca juga : Berapa Saldo Jadi Nasabah Prioritas Bank BTN, BCA, dan Mandiri
Rencananya Kementerian PKP akan mengubah skema pembagian porsi dukungan pembiayaan FLPP menjadi 50 persen dari APBN dan 50 persen dari perbankan, dengan penambahan masa atau tenor kredit menjadi 30 tahun, sehingga angsuran menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat. Pengubahan skema pembiayaan ini, supaya tidak membebani keuangan negara.
Untuk itu, kata Nixon jika skema pembagian proporsi diubah menjadi 50 persen – 50 persen antara APBN dan perbankan, maka BTN memerlukan alternatif sumber pendanaan di luar dana pihak ketiga (DPK) reguler. Salah satunya melalui penerbitan obligasi dan pinjaman luar negeri, yang nilainya bisa mencapai sekitar Rp10 triliun hingga Rp12 triliun.
“Selain menyiapkan DPK, kami ingin menerbitkan bonds (obligasi), namun usulan kami adalah supaya obligasi tersebut bisa dijamin pemerintah, sehingga akan lebih murah untuk kami dan size yang didapat bisa lebih besar. Kami juga akan mencari kanal-kanal pinjaman luar negeri dan saat ini kami sedang banyak bertemu dengan investor,” ungkap Nixon.
Syarat mendapatkan program Pembangunan 3 Juta Rumah
Mengutip SKB 3 Menteri Tentang Dukungan Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Tiga Juta Rumah, inilah syarat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dapat mengikuti program tersebut :
a) Besar penghasilan MBR di wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulaun Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, penghasilan perbulan paling banyak untuk kategori tidak kawin sebesar Rp7 juta, kategori kawin sebesar Rp8 juta, dan kategori satu orang untuk peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebesar Rp8 juta
b) Besaran penghasilan MBR di wilayah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya penghasilan per bulan paling banyak untuk kategori tidak kawin sebesar Rp7,5 juta, kategori kawin sebesar Rp10 juta, dan kategori satu orang untuk peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebesar Rp10 juta. (Yatni Setianingsih/Golali.id)