Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Prof. Mokhamad Anwar, M.Si., PhD, transformasi digital perbankan berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan laporan Infobank, Mei 2023, menunjukkan data penurunan jumlah tenaga kerja di bank, dari 484.543 orang pada 2014 menjadi 428.268 orang pada 2021. Selain itu, jumlah kantor cabang dan mesin ATM juga berkurang.
Transformasi digital juga mendorong pergeseran biaya operasional perbankan. Prof. Anwar menjelaskan jika sebelumnya biaya operasional salah satunya digunakan untuk pembukaan kantor cabang, ATM, dan upah tenaga kerja frontliner, saat ini dialihkan untuk investasi dan perawatan teknologi digital.
Biaya cukup besar
Menurut Prof. Anwar investasi untuk transformasi digital perbankan memerlukan biaya cukup besar. Ini disebabkan, transformasi digital memiliki banyak risiko siber. Salah satunya adalah rentannya serangan siber berupa peretasan oleh hacker.
Selain menyiapkan piranti yang mampu memtigasi kejahatan, perbankan juga perlu melakukan sosialisasi kepada nasabahnya untuk ikut memitigasi risiko kejahatan siber.
“Ini yang sekarang terjadi. Serangan siber per minggu ini jumlahnya sangat besar. Perbankan perlu membuat piranti untuk memitigasi risiko itu,” kata Prof. Anwar dikutip dari website Unpad, Kamis 3 Agustus 2023.
Sementara di sisi lain, melalui digitalisasi perbankan, masyarakat akan lebih mudah melakukan transaksi yang berkaitan dengan pemerintah seperti membayar pajak, tagihan, ataupun pembayaran lainnya.
“Tentu saja kinerja pemerintah, terutama untuk percepatan pembayaran pajak, menjadi lebih cepat,” sambungnya.
Sehingga, pemerintah perlu mendukung perbankan dalam proses transformasi digital. Pemerintah, kata Prof. Anwar, berperan menyediakan iklim perbankan digital yang kondusif, membuat regulasi yang mendukung aktivitas perbankan, hingga meningkatkan mitigasi risiko kejahatan siber dalam perbankan digital kepada masyarakat. (Yatni Setianingsih/Golali.id)
Foto : Humas Unpad