Inilah Model Swoosh yang Dikembangkan Hermawan Kartajaya dalam Transformasi BUMN

Dalam rangkaian acara Rakernas Indonesia Marketing Association (IMA) yang berlangsung secara offline di Bandung, kembali diselenggarakan Studium Generale atau Kuliah Umum yang dilakukan di Graha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran atau Unpad, Jalan Dipati Ukur Bandung.

Ini adalah tradisi dari IMA yang didirikan oleh Hermawan Kartajaya bersama Juan Permata Adoe 20 Mei 1996 di Jakarta dan kini dipimpin Suparno Djasmin atau Abong serta telah memiliki 75 chapter di seluruh Indonesia.

Tahun ini, Studium Generale yang selalu diselenggarakan Hermawan Kartajaya untuk membuka wawasan mengenai konsep baru marketing di salah satu kota penyelenggara Rakernas/Munas IMA, bukan hanya karena kembali dilakukan offline setelah 2 tahun pandemi, tapi karena juga menampilkan bapak pemasaran modern dunia, Philip Kotler yang tanggal 27 Mei 2022 ini berusia 91 tahun.

Kebetulan pula pada saat ini Philip Kotler dan Hermawan Kartajaya bersama dengan Hooi Den Huan dan Jacky Mussry sedang menulis buku Entrepreneurial Marketing.

Mengutip rilis yang diterima Golali.id, berbeda dengan Studium Generale yang telah dilakukan sebelumnya, yang berfokus kepada pengenalan konsep baru marketing, Hermawan Kartajaya melakukan bedah kasus transformasi BUMN dengan menggunakan model swoosh.

Inilah model yang dikembangkan Hermawan di tahun 2020, tak lama setelah dunia dilanda pandemi COVID-19. Melalui model tersebut, Hermawan menggambarkan panduan roadmap dalam satu gambar, dengan mengadaptasi cara Presiden Franklin Delano Roosevelt memimpin Amerika Serikat keluar dari Great Depression di tahun 1930-an, yaitu Relief-Recovery-Reform dan ditambahkan dengan Rise untuk mencapai Sustainable Development Goals 2030.

Secara umum dunia sebetulnya sudah melalui tahapan relief dan recovery serta reform seiring dengan proses menghadapi pandemi COVID-19 yang telah memakan korban jutaan manusia di seluruh dunia. Memang kecepatan pelaksanaan relief, recovery, reform dan hasil yang dicapai berbeda di seluruh dunia, termasuk di berbagai sektor industri. Tapi yang perlu digarisbawahi dalam model swoosh adalah adanya panduan dari relief, recovery dan reform yang dilakukan yaitu bisa rise untuk mencapai Sustainable Development Goals 2030, sekalipun ada gangguan karena pandemi COVID-19.

Bagi Hermawan ini adalah hal yang telah dilakukan sejak lama. Di tahun 1994 misalnya, Hermawan meluncurkan Conceptual Marketing Framework 2000, karena pada masa itu sejumlah perusahaan di Indonesia, seperti misalnya Astra International punya visi 2000. Dimana perusahaan perlu punya visi jangka panjang, agar bisa menjadi panduan tiap tahun atau bahkan tiap bulan atau tiap minggu.

Tentu sebelum pandemi COVID-19, banyak perusahaan yang punya visi jangka panjang. Hanya saja lebih spesifik ke perusahaan masing-masing tanpa memperhitungkan bahwa selain visi individual perusahaan juga mesti memperhitungkan keberadaan sebagai corporate citizenship. Seperti misalnya kepedulian pada lingkungan, termasuk kontribusi upaya mengatasi climate change.

Sustainable Development Goals sebetulnya bisa menjadi panduan bagi perusahaan agar bukan hanya punya visi individual tapi juga sebagai corporate citizenship. Kebetulan MarkPlus yang didirikan Hermawan Kartajaya dan juga Indonesia Marketing Association adalah anggota Indonesia Global Compact Network, yaitu kumpulan perusahaan dan asosiasi yang punya kepedulian mendukung tercapainya 17 target dalam Sustainable Development Goals di tahun 2030.

Di Indonesia Marketing Association (IMA) bahkan ada satu bidang yang berfungsi mengkampanyekan kesadaran perlunya mencapai 17 target Sustainable Development Goals 2030. Kebetulan President Indonesia Global Compact Network YW Junardy adalah mantan President IMA dan sekarang Senate Chairman IMA.

Pandemi COVID-19 menjadi momentum yang bagus untuk mengingatkan kembali perlunya mencapai 17 target dari Sustainable Development Goals 2030. Semua hal yang dulu dianggap seperti dalam paradigma “Belanda masih jauh”, menjadi suatu masalah yang muncul di hadapan mata dan mendesak untuk diselesaikan. Karena itu, dalam proses relief-recovery-reform, berbagai target dari Sustainable Development Goals mulai mendapatkan perhatian agar bisa dicapai.

Tentu bukan hanya bisa dicapai tapi juga menjadi lebih baik. Mengapa? Ternyata pandemi COVID-19 bukan hanya berisi hal-hal yang menyedihkan saja, tapi bahkan membuat perusahaan mencapai kinerja yang tidak pernah terbayangkan bisa tercapai dalam waktu singkat.

Lihat saja dengan sejumlah perusahaan di dunia yang berhasil mencapai rekor market capitalization ke angka yang dulunya tidak terbayangkan. Begitu juga ada perusahaan yang mencatatkan laba yang dulunya tidak terbayangkan. Bagaimana dengan di Indonesia?

Ternyata pandemi COVID-19 menjadi momentum yang dulunya tidak terbayangkan. Misalnya, Jakarta yang dulu dikenal sebagai 10 besar kota termacet di dunia, pada masa pandemi bisa keluar dari 10 besar kota termacet di dunia. Memang ada kontribusi PSPB atau PPKM yang sebetulnya juga diterapkan di seluruh penjuru dunia, termasuk ada yang sampai lockdown besar-besaran. (Yatni Setianingsih/Golali.id)

foto : Markplus Inc.