Inilah Kelebihan Lengan Bionik dari ITB

Tim ITB yang terdiri dari Dosen Kelompok Keahlian Sistem Manufaktur, Fakultas Teknologi Industri ITB, Wildan Trusaji, S.T, M.T., bersama timnya mengembangkan inovasi lengan bionik untuk teman difabel. Proses pembuatannya melibatkan dua hal: teori dan praktik.

“Teori kadang berlawanan dengan praktik karena teori berfokus ke generalisasi dan praktik berfokus ke aplikasi,” kata Wildan seperti dikutip Golali.id dari laman ITB, Senin 1 Agustus 2022.

Lengan bionik yang berhasil diciptakan bernama K22 BP/EL, di mana K22 menunjukkan pembuatannya dari Karla Bionics pada tahun 2022 dan BP/EL adalah singkatan dari body powered/electric powered. Fitur dan paten dalam lengan bionik ini termasuk teknologi versatile grip untuk penggenggamannya, sistem soket yang mudah menyesuaikan diri untuk disambung ke penggunanya, estetika yang mengusung konsep bionik, dan terjangkau bagi masyarakat yang memerlukannya di bawah Rp10 juta.

Perjalanan Karla Bionics dimulai pada tahun 2018-2019 sewaktu Syaiful Hammam sedang melakukan tugas akhirnya dan dibimbing oleh Andar Bagus, Ph.D. Pada periode tersebut, Wildan bertemu dengan Syaiful dan Yayat untuk berkolaborasi bersama dalam pengembangan lengan prostetik. Setelah mendapatkan pendanaan dari Program Pengabdian Masyarakat P2MI FTI LPPM ITB, Karla Bionics terbentuk pada tahun 2022 dan mendapatkan pendanaan selanjutnya dari Hibah Start-Up LPIK ITB. Adapun mahasiswa yang terlibat dalam penelitian ini, baik dalam rangka kerja praktek maupun tugas akhir di antaranya: Kevin Hendra (MR), Alfa Tazlia (MR), Andy Lucky (EL), Ahmad Risyad G.T. (MT), dan Hilmy Ilham (ME).

Salah satu fitur yang menonjol dari inovasi lengan prostetik Karla Bionics adalah harganya yang terjangkau akibat BPJS umum hanya bisa membayar Rp2.5 juta, harga yang jauh di bawah kisaran harga lengan prostektik pasif/kosmetik kisaran Rp3-10 juta.

Untuk lengan prostetik aktif yang body powered maupun electrical powered, lebih mahal dan bisa mencapai 200 juta. Selain itu, kebanyakan tangan yang beredar di pasar pasif, yaitu tidak bisa bergerak. Pembuatan soketnya pun dari resin dan komponennya disesuaikan satu per satu dengan pengguna sehingga secara ekonomi tidak bisa murah.

Karena permasalahan tersebut, solusi yang ditawarkan oleh Syaiful adalah pengaplikasian thermoforming principle, di mana plastik panas ditekan ke sebuah pola untuk membentuk cetakannya. Dengan faktor lebih murah, Tim Karla Bionics mulai melaksanakan teknologi produksi tersebut menggunakan PVC dan merangkai prototipenya. Supaya lengan prostetiknya kelihatan lebih keren, tim Karla Bionics menempelkan carbon fiber sticker yang biasa dijual sebagai stiker motor untuk ke plastik termoform yang tercetak agar memberi kesan robotik.

Keunggulan lain dalam penggunaan bahan-bahan ini adalah ringan dan tahan lama. Prototipe lengan prostetik ini juga beroperasi dengan anggota badan lain atau dikenal sebagai body powered. Mekanika penggerakan ini berfokus kepada tali di belakang tangan pengguna, yang satu lagi supaya lengan prostetik dapat dikontrol oleh lengan lainnya.

Perancangan lengan prostesis ini dibagi menjadi tiga bagian: gerakan jari/genggam, mekanisme pengaturan jari, dan soket. Untuk gerakan jari dan genggam, iterasinya cukup lama untuk mendapatkan hasil yang cepat dan biaya rendah dengan 3D printing. Mekanisme pengaturan jari didasarkan oleh mekanisme whipple tree yang membagi gaya ke atas ke berbagai arah meskipun sumbernya satu dan biomimetika. Di sisi lain, permasalahan soket dapat diatasi dengan prinsip sole-upper-lace sepatu lari.

Dari segi pengguna, Yayat mengakui bahwa teknologi yang dikembangkan saat ini cukup membantu kehidupan sehari-hari, namun dapat ditingkatkan lagi. Lebih spesifiknya, lengan tersebut tidak menggantikan tangan sepenuhnya secara fungsional, tetapi secara estetika lengannya membuat pengguna percaya diri.

Maka dari itu, Wildan merubah kegunaan lengan prostesis ini yang sebelumnya hanya alat bantu menjadi functional fashion juga. Kedua hal ini membantu pengguna untuk menerima kenyataan dan kondisi diri sendiri dalam pemakaian lengan tersebut.

“Pada akhirnya, semua tangan berbeda-beda, dan perbedaan ini bukan sesuatu hal yang harus ditutupi, tetapi sesuatu hal yang harus diekspos sebagai potensi keunggulan,” tutur Wildan.

Tim peneliti lengan bionik ini telah mengikuti lomba Cybathlon pada Mei lalu. Dalam lomba yang diadakan di ETH Zurich itu, Wildan bercerita salah satu kualifikasinya adalah memindahkan delapan benda kecil di bawah tiga menit, dan tim Karla Bionics berhasil mencetak waktu selama 2 menit 54 detik. (Yatni Setianingsih/Golali.id)

Foto : itb.ac.id