Dosen pada Kelompok Keahlian Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB, Dr. Eng. Ayu Purwarianti, S.T, M.T., menerangkan berbagai risiko dalam menggunakan ChatGPT, misalnya seputar regulasi, isu plagiarisme, dan etika dalam pemanfaatan ChatGPT, khususnya dalam lingkup akademik.
“Sebenarnya ChatGPT bermanfaat banget buat membantu kita belajar, tapi memang harus berhati-hati akan tujuan kita menggunakannya. Kalo misalnya mahasiswa disuruh bikin essay dengan tujuan supaya bisa memiliki kemampuan analisis yang lebih tinggi, serta lebih kritis dan kreatif maka jangan menggunakan ChatGPT. Silakan membuat essay dengan kalimat sendiri dan nanti dibandingkan dengan hasil ChatGPT,” beber Ayu dikutip dari website ITB.
1.Tidak akuratnya informasi dan jawaban yang diberikan oleh ChatGPT, sehingga diharapkan agar pengguna melakukan validasi atau mencari sumber lain yang lebih terpercaya dalam mencari suatu informasi.
2.Terkait plagiarism, karena pengguna tidak tahu sumber data dan jawaban yang diberikan oleh ChatGPT. Sehingga untuk beberapa kasus yang terkait dengan hak cipta, seperti pembuatan buku dan copywriting, jangan memberikan ChatGPT untuk melakukan take over karena tetap tanggung jawab terakhir ada pada manusia.
3.Dapat menimbulkan potential misuse, karena ChatGPT dapat kita tanya untuk membuat kode program seperti jailbreak atau sesuatu yang memang untuk menelusuri security.
Saat ini memang ada tools check plagiarism, tetapi untuk cek hasil dari ChatGPT cukup sulit karena target dari generator yaitu membuat text yang semirip mungkin dengan manusia, jadi untuk melihat suatu text adalah buatan mesin atau manusia dari gaya tulisnya biasanya tidak berhasil.
European Union (EU) menganggap ChatGPT sebagai sesuatu yang high risk, sedangkan di Indonesia sendiri belum ada aturan spesifik terkait penggunaan ChatGPT. UNESCO sendiri sudah memberikan rekomendasi terkait risiko penggunaan AI, tetapi kesiapan setiap negara berbeda-beda untuk dapat mengikutinya. (Yatni Setianingsih/Golali.id)