Seledri menjadi salah satu pelengkap dalam berbagai masakan seperti soto, sop, mie bakso, dan lain-lain.
Ternyata seledri memiliki banyak manfaat untuk kesehatan tubuh, berkhasiat dalam menghindari berbagai penyakit.
Mengutip website Unpad, secara tradisional seledri ini sudah digunakan masyarakat untuk berbagai indikasi seperti tekanan darah tinggi, asam urat, hematuria, serta penyubur rambut.
Kini, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Prof. Apt. Taofik Rusdiana, M.Si., PhD, tengah meneliti dan mengembangkan seledri untuk obat batu ginjal.
“Karena masih sedikit sekali pengembangan antikalkuli (batu ginjal), jadi saya mulai pengembangan dengan metode uji dulu,” kata Prof. Taofik.
Dalam penelitiannya, Prof. Taofik mengembangkan seledri sebagai minuman yang bisa langsung dikonsumsi oleh masyarakat.
“Sudah mengajukan izin edarnya dan saat ini masih berupa izin edar home industry. Kemudian patennya juga sudah diajukan dan 2020 sudah rilis dengan merk Seledrink,” jelas Prof. Taofik.
Metode penelitian
Prof. Taofik menggunakan beberapa metode dalam penelitian seledri untuk pengobatan batu ginjal :
Salah satunya adalah metode In Vitro atau uji di tabung reaksi. Metode ini dilakukan dengan cara uji kelarutan komponen batu ginjal pada larutan herbal seledri.
“In Vitro intinya adalah menguji sejauh mana herbal seledri ini bisa melarutkan batu ginjal. Indikatornya adalah kadar kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) yang terlarut itu sejauh mana,” sambungnya
Selanjutnya Prof. Taofik menjelaskan metode secara In Vivo. Metode ini merupakan uji pada hewan percobaan, yaitu kepada tikus atau mencit.
Dari kedua metode ini, Prof Taofik mendapatkan kesimpulan bahwa dari hasil In Vitro, infus seledri di atas kadar 10 persen dapat melarutkan komponen batu secara signifikan. Sedangkan pada sediaan ekstrak dengan konsentrasi di atas 3 persen dapat melarutkan komponen batu ginjal lebih besar secara signifikan.
Selain itu, ada pula hasil uji pada metode In Vivo yang dilakukan dengan cara memberikan ekstrak seledri kepada hewan percobaan. Pada dosis 10mg/100g bb tikus, Ca yang terlarut itu signifikan dibandingkan kontrol negatifnya. Untuk dosis 20mg/100g bb tikus juga menunjukan angka yang lebih signifikan.
“Ini artinya semakin besar dosis yang diberikan maka kemampuan melarutkan Ca-nya lebih tinggi juga,” imbuhnya. (Yatni Setianingsih/Golali.id)