Gudeg adalah kuliner tradisional khas Yogyakarta, yang terbuat dari bahan utama Nangka muda atau gori (dalam bahasa Jawa) dengan berbagai rempah, garam, gula jawa, daun jati, dan santan.

Gudeg biasanya menjadi lauk yang dinikmati saat mengonsumsi nasi, sehingga gudeg termasuk kedalam makanan berat. Gudeg biasanya disajikan dengan tambahan opor daging ayam, pindang telur ayam atau bebek, terik tahu dan tempe, sambel goreng krecek (kulit sapi), kuah santan kental (areh).

Gudeg memiliki cita rasa gurih dan manis, gudeg terdiri dari 2 warna yaitu putih dan merah. Warna merah berasal dari daun jati yang dimasukkan dalam proses pemasakan gudeg. Fungsi daun jati sebagai pewarna alami dari gudeg.

Gudeg terdiri dari 2 jenis yakni gudeg kering dan basah. Gudeg kering tidak memiliki kuah, sedangkan gudeg basah berkuah.

Sejarah gudeg menjadi ciri khas Yogyakarta dikutip dari website jogjaprov.go.id, gudeg mulai hadir saat dibangunnya Kerajaan Mataram Islam di alas Mentaok yang ada di daerah Kotagede sekitar tahun 1500-an.

Namun, gudeg bukan kuliner tradisional yang berasal dari Kerajaan Mataram Islam. Tetapi dari masyarakat. 

Gudeg mulai populer dan banyak diperdagangkan pada tahun 1940-an saat Presiden Sukarno membangun Universitas Gajah Mada (UGM) hingga sekarang. Sehingga tidak mengherankan Yogyakarta sebagai Kota Gudeg, karena hampir di setiap sudut wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sangat mudah menemukan gudeg.

Selain di Yogyakarta, kuliner gudeg terdapat di Kota Solo atau Surakarta dan beberapa wilayah di Provinsi Jatim. Tetapi memiliki ciri khas yang berbeda dengan gudeg Yogyakarta.

Sekarang, gudeg Yogyakarta pun telah menyebar ke bebagai daerah di Indonesia, terutama kota besar seperti Bandung dan Jakarta. (Yatni Setianingsih/Golali.id)