Dirty Ass terbentuk di Tangerang pada tahun 2012, beranggotakan Gerry L. Fauzi pada vokal dan gitar, Gilang Fresandy pada gitar bas, dan Bayu Samudro pada drums.
Trio garage punk ini telah merilis tiga album yang bertajuk Irama Penendang Bokong (2016), Seliar Binatang (2018), dan Distopia (2021). Dirty Ass pernah bekerja sama dengan berbagai label rekaman lokal maupun internasional, di antaranya City To City Records (St. Petersburg, Rusia) dan Brainwasher Records (Hamburg,Jerman).
Bagaimana pandangan para musisi tentang Dirty Ass dikutip dari rilis demajors :
“Dirty Ass adalah tekad yang bulat dan kenekatan dalam memainkan musik hardcore punk yang kolot disertai lirik yang menggonggong dan menggigit keras…” – Doddy Hamson (Komunal)
“10 lagu di album ini berhasil menyalurkan semangat dan suara hardcore punk awal ’80-an tanpa hanya menjadi band rip-off yang hambar dan basi.” – Indra Menus (To-Die, Narcholocos)
“Dekade ‘80-an adalah era di mana punk rock naik tingkat menjadi lebih kencang dan ngebut, yang dikenal dengan istilah hardcore punk. Sayangnya, banyak band hardcore punk di era tersebut yang tidak kreatif, sehingga musiknya jadi membosankan dan mudah ditebak. Selalu ada banyak ruang di dalam hardcore punk untuk bereksperimen. Sejarah mencatat, ada beberapa band lokal (dengan pengaruh hardcore punk ’80-an) yang bisa memanfaatkan ruang tersebut, mereka adalah: Bequiet (dari dekade ‘90-an), Milisi Kecoa (dari dekade 2000-an), Nervous Breakdown (dari dekade 2000-an), The Kuda (dari dekade 2010-an), dan Tarrkam (dari dekade 2010-an). Siapa yang mewakili dekade 2020-an? Tentu saja Dirty Ass asal Tangerang. Distopia adalah album penuh ketiga mereka…” – Wastedrockers. (Yatni Setianingsih/Golali.id)
foto : demajors