Deborah Johana Rattu

Deborah Johana Rattu, Profesi Dokter Sebagai Panggilan Jiwa

Deborah Johana Rattu, menjadi salah satu garda terdepan dalam penanganan Covid-19 di Kota Bandung.Dokter yang sehari-hari bertugas sebagai dokter dan Kepala UPT Puskesmas Pasir Kaliki Kota Bandung ini. Mengisahkan pilihannya menjadi dokter jalur kesehatan masyarakat supaya bisa menjaga warga tetap sehat.

“Awalnya saya ingin ngambil bedah, tapi ternyata public health (kesehatanmasyarakat) itu lebih memanggil saya. Akhirnya saya turun ke puskesmas,”

“Meskipun banyak dokter puskesmas itu, bukan dipandang sebelah mata, tetapi orang itu berbeda memandang dokter yang ada di puskesmas,” cerita Deborah Johana Rattu dalam rilis Humas Pemkot Bandung.

Perempuam yang telah menjalani profesi dokter di Puskesmas selama 18 tahun ini mengungkapkan, dokter yang bertugas di puskesmas itu memiliki kerja yang luar biasa.

Dia harus memiliki pelayanan kesehatan primer,  yang mana harus mengelola pelayanan kesehatan kemudian upaya kesehatan masyarakat.

Tangani berbagai wabah

Selama bertugas di Puskesmas, Johana Rattu telah menangani tiga kali wabah penyakit di masyarakat.

Pertama saat ia bertugas  pada Puskesmas Ciumbuleuit, saat itu terjadi wabah flu babi (H1N1).  

Kedua wabah Hepatitis A masih di wilayah kerja yang sama.Penyakit ini menjangkiti puluhan mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung.

Ketiga pandemi Covid-19,  dengan wilayah tugasnya sekarang termasuk salah satu zona merah pandemi di Kota Bandung. Dengan banyaknya jumlah pasien positif Covid-19.

“Puskesmas di Kecamatan Cicendo ini ada dua, satu di Pasir Kaliki ini, satu di Sukaraja. Di wilayah kerja kami memang yang paling banyak positifnya. Per hari ini 21 April 2020, dari 20 yang positif, 13-nya ada di kami,” sambung Deborah Johana Rattu.

Selaku dokter Puskesmas ia wajib memastikan orang-orang yang tinggal di sekitar pasien tersebut berada dalam keadaan sehat dan aman.

Untuk memastikan kondisi tersebut, ia beserta jajaran medis di Puskesmas harus menelusuri siapa saja yang pernah berinteraksi dengan pasien.

“Yang paling berat bagi kami bukan hanya melawan penyakitnya, tetapi juga melawan stigma masyarakat tentang pasien, keluarganya, bahkan kepada petugas kesehatan. Kadang kami baru datang untuk penelusuran pasien saja warga sudah ribut dan takut,” tuturnya.

Untuk itu ia selalu memotivasi seluruh stafnya untuk tetap semangat dan saling menguatkan. Apalagi dalam kondisi seperti ini, tim medis harus meninggalkan keluarganya.

“Itu paling berat. Kita harus meninggalkan keluarga sementara. Tugas ini jadi amanah, bahwa profesi yang kita geluti ini saat ini memang sedang diuji, panggilan kita seperti apa.Tetap bersemangat dalam melayani masyarakat, Tuhan pasti melindungi   yang kita lakukan kalau kita ikhlas menjalankan panggilan ini” ujarnya.(*/Golali.id)

Foto : Dok Humas Pemkot Bandung

TAGS: