Artikel dari Rahadhathul Azelia Setyanto adalah salah satu peserta Pekan Menulis Artikel Sejarah, yang diselenggarakan dalam rangka memperingati HUT ke-1 Temu Sejarah.
Seluruh isi artikel murni pandangan dari penulis, isi artikel diluar tanggung jawab redaksi Golali.id
Wong Kalang yang berada di Kotagede masih terdengar sangat asing di telinga masyarakat luas.
Bahkan keberadaan dan cerita sejarah Wong Kalang sulit untuk ditemukan yang mungkin sudah tertimbun seiringnya berjalannya waktu. Padahal Wong Kalang menyimpan cerita tersendiri yang memberikan warna bagi sejarah peradaban di Kotagede.
Wong Kalang terkenal memiliki karakter giat bekerja dan mahir dalam berbisnis sehingga dikenal
sebagai kelompok saudagar kaya yang terpandang dari keluarga Kalang. Dibuktikan dengan
mayoritas generasi muda Kalang memiliki identitas dan tertarik menjadi pengusaha atau pedagang.
Bisnis yang dibawa oleh keluarga Kalang seperti usaha dagang yang menjual sayur-mayur,
menawarkan jasa rumah gadai yang menerima simpan pinjam dan mengembangkan kerajinan
emas perak hingga menjadikan Kotagede sebagai sentra kerajinan emas perak (Iriyanto, 2022).
Para saudagar dan pengerajin keluarga Kalang berkontribusi dalam kegiatan ekonomi secara
kesuluruhan. Pada saat itu Kotagede sebagai pusat industri dan perdagangan serta sebagai tempat
bertemunya para pedagang baik lokal dan mancanegara (Colombijin, 2005). Wong Kalang
membentuk kelompok sosial sendiri yang tinggal di daerah Tegalgendu, maka dari itu pemberian
nama ‘Kalang’ diartikan sebagai orang yang terpisah atau terkunci. Wong Kalang memiliki prinsip
dan budayanya sendiri dalam hal mengawinkan anak keturunanya. Dalam mencari pasangan
mereka memilih sesama satu garis keturunan Kalang dengan tujuan agar terjaga harta kekayaan
dan identitas sebagai keluarga pengusaha.
Kisah dan sejarah Wong Kalang tidak banyak diceritakan atau tertulis dalam sejarah.
Padahal terdapat salah satu Wong Kalang yang ikut berperan dalam perjuangan revolusi fisik yang
belum banyak diketahui oleh khalayak luas. Peran tersebut dilakukan dengan cara
menyumbangkan harta pribadinya bagi kas negara di awal kemerdekaan pada masa revolusi fisik
tahun 1948, seperti yang dilakukan oleh Sultan Hamengkubuwono IX.
Membantu perjuangan revolusi fisik memang identik dengan ikut andil dalam kegiatan
perang gerilya di medan perang. Namun turut serta menyumbangkan sebagian harta dalam bentuk
dukungan finansial untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak kalah penting untuk
membantu masalah internal keungan negara. Terlebih Indonesia pada masa revolusi fisik
mengalami ketidakstabilan ekonomi dan kekosongan kas negara yang membuat roda pemerintahan
terhambat. Kondisi tersebut dikarenakan Indoensia baru saja menjadi negara yang merdeka setelah
masa penjajahan dan mengalami banyak intervensi dari pihak eksternal.
Salah satu tokoh wanita Kalang yang menjadi cahaya di tengah perjuangan kemerdekaan,
yaitu Hj. Noerijah yang menyumbangkan harta kekayaan pribadinya berupa uang sebanyak 6000
gulden atau setara 51.000.000 jika di rupiahkan saat ini. Aksi kedermawanan itu ditujukan untuk
kepentingan negara dalam rangka mengatasi kekosongan kas negara pada awal kemerdekaan
Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa dermawannya Hj. Noerijah karena di masa
mencekik seperti itu beliau masih bisa berbagi serta mementingkan negara dan masyarakat lain.
Hj.Noerijah juga memiliki jejak karir sebagai pebisnis sukses yang ikut berperan dalam membuka
lapangan pekerjaan agar masyarakat setempat mendapat penghasilan sebagai pengerajin emas
perak, ukiran, buruh dan pekerja rumah tangga sehingga dapat menaikkan taraf hidup masyarakat
asli Kotagede. Beliau juga berperan aktif dalam membangkitkan sektor perekonomian terutama di
bidang emas dan berlian hingga merembet ke kesenian perak dan kayu ukir hingga disebut-sebut
Kotagede sempat menjadi pusat perdagangan teramai di Pulau Jawa.
Baca juga : Lokasi Masjid Perak Kotagede
Keteladanan keluarga Kalang terutama Hj.Noerijah, seseorang yang rendah hati dan tidak
menyombongkan diri atas kekayaannya. Selalu bermain dibalik layar dengan sifat
ketidakangkuhannya sebagai orang kaya pada masa tersebut. Tidak banyak media yang mengulas
tentang keluarga ini karena Keluarga Kalang sangat merakyat dan tidak ingin diekspos lebih terkait
kebaikannya. Hal ini dikarenakan mereka menganggap dirinya dan keluarganya sama seperti
keluarga lainnya dan tidak ada keistimewaan lebih. Tentu saja bukan hanya Bu Hj. Noerijah saja
yang berjasa dalam membantu memerdekakan Indonesia. Terdapat berjuta nama lain yang jasanya
tak tercantum pada buku sejarah namun tercatat indah dalam Yaumul Hisab.
Namun, rumor dan cerita sejarah yang ada jarang terdengar karena sosoknya yang rendah
hati beliau tidak mau menyebutkan apa saja peranan dan kebaikan yang telah dilakukan. Walaupun
beliau berjasa akan tetapi stigma masyarakat setempat terus melekat yang menganggap bahwa
keluarga Kalang ini angkuh dan hedon. Stigma tersebut muncul karena seiring berjalannya waktu
Wong Kalang yang awalnya sebagai pendatang berubah menjadi tuan tanah di Kotagede.
Keberhasilan Wong Kalang merintis komunitas sosialnya menjadi saudagar kaya raya,
menimbulkan kesenjangan sosial dan kecemburuan bagi masyarakat pribumi yang membuat Wong
Kalang diasingkan keberadaannya (Tifani, 2020).
Kekayaan dari keluarga Kalang juga terdengar sampai Belanda, yang akhirnya terjadi peristiwa perampasan, perampokan dan penjarahan habis-habisan di dalam kediaman keluarga Kalang. Ketakutan dan perasaan tidak aman membuat Wong Kalang pergi meninggalkan Kotagede dan menyembunyikan identitas mereka sebagai Wong Kalang demi keamanan diri sendiri dan keluarga. Hingga akhirnya keberadaan Wong Kalang di Kotagede ini seolah menghilang dari sejarah peradaban Kotagede. Maka dari itu, sejarah lengkap mengenai Wong Kalang masih menjadi misteri dan hanya sedikit yang mengungkap karena keterbatasan data dan bukti yang ditemukan.
Referensi
Nenggi Bayu Cahyono. (2018). PENGARUH KEBIJAKAN BANK INDONESIA TERHADAP
PERKEMBANGAN PERBANKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 1983-1990. Ilmu Sejarah – S1, 3(5). https://journal.student.uny.ac.id/index.php/ilmusejarah/article/view/12545
COLOMBIJN, Freek. (2005). KOTA LAMA KOTA BARU, YOGYAKARTA: OMBAK.