Menanggapi kasus difteri yang memakan 8 korban jiwa di Kabupaten Garut dan ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB), Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, dr. Ira Dewi Jani menjelaskan, pihaknya sempat mendapatkan laporan dua kasus difteri klinis di Kota Bandung.

“Ini ada kaitannya juga dengan status epidemiologi di Kota Bandung. Jadi memang selama 2023 ini kami menerima laporan difteri klinis itu ada dua kasus. Sudah ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) dan dikirim ke lab pemeriksa lalu pemeriksaan kultur,” jelas Ira, Selasa 28 Februari 2023.

“Alhamdulillah diketahui hasilnya dari dua orang itu negatif,” imbuhya.

Berdasarkan hal tersebut, hingga saat ini belum ditemukan kejadian difteri di Kota Bandung.

Ia memaparkan, difteri sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) pada saat anak usia di bawah satu tahun dan akan diulangi lagi saat usia sekolah.

Untuk anak berusia di bawah satu tahun, imunisasi DPT-nya bisa sampai tiga kali, yakni pada saat anak berusia dua bulan, tiga bulan, dan empat bulan.

Kemudian saat anak sudah berusia lebih dari setahun, imunisasi DPT akan diulang lagi di umur 18 bulan, artinya anak sudah memperoleh empat dosis.

“Lalu saat anak memasuki usia sekolah, melalui kegiatan BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) sasarannya adalah anak SD kelas 1, 2 dan 5. Di situ mereka dapat lagi imunisasi yang mengandung difteri. Ini namanya DT (difteri dan tetanus),” paparnya.

Jika anak lengkap imunisasinya atau sudah mendapat tujuh dosis DPT, menurut Ira, hal tersebut sudah cukup untuk mencegah difteri. Sebab prinsip pencegahannya adalah dengan melengkapi dosis imunisasi.

“Waktu pandemi memang cakupannya sudah bagus di atas 90 persen. Kemarin pas kita pandemi semua layanan kesehatan dibatasi. Posyandu juga tidak dibuka waktu itu. Sehingga cakupan vaksinasi DPT kita turun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” ungkapnya.

Oleh karena itu, ia melanjutkan, saat cakupan imunisasi tidak sesuai dengan target berarti surveilansnya harus dikuatkan. Sehingga kasus difteri bisa ditemukan sedini mungkin.

“Kita punya tugas surveilans dan ada Permenkesnya yang mengatur tentang penyakit menular yang berpotensi wabah. Jadi mau ada kasus atau tidak, sebenarnya semua faskes dan Dinkes itu harus mengamati dan memantau perkembangan penyakit yang berpotensi wabah,” katanya.

“Itu dilaporkannya melalui format W2 rutin sepekan sekali untuk kita deteksi sejak dini,” tambah Ira.

Vaksinasi DPT

Untuk angka vaksinasi DPT di Kota Bandung, Ira menjelaskan, saat Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) sangat membantu untuk mengejar ketertinggalan jumlah imunisasi DPT saat masa pandemi.

“Selain rubella kita ada vaksinasi DPT ini cukup membantu untuk mengejar ketertinggalan saat masa pandemi. Kemarin setelah dibantu dengan BIAN dan imunisasi rutin, kita ada di angka 89 persen dari target 95 persen,” ucapnya.

Menurut Ira, ada beberapa faktor yang membuat program BIAN belum menyentuh target. Di antaranya kondisi anak-anak yang tidak bisa diimunisasi karena faktor autoimun ataupun penyakit-penyakit lainnya. (Humas Pemkot Bandung/Golali.id)

Foto : Humas Pemkot Bandung